Semerbak wangi dupa tercium begitu menjejakkan kaki di sebuah rumah yang
berfungsi pula sebagai tempat makan. Raminten, nama ini mungkin sangat
populer di Yogyakarta. Bahkan, ada yang bilang, belum ke Yogyakarta
kalau belum sempat mampir ke Raminten.
House Of Raminten, sesuai dengan arti namanya, ini adalah rumah. Ya,
memang di sini adalah tempat tinggal Raminten. Pemiliknya bernama
Hamzah. Raminten adalah nama tokoh yang diperankan oleh sang pemilik
pada sebuah sitkom di saluran televisi lokal.
Begitu masuk pun tak berbeda dengan rumah pada umumnya. Di tengah
halaman yang cukup mungil, ada pendopo yang dijadikan tempat lesehan. Di
pendopo lainnya disediakan kursi berbentuk melingkar.
Menurut Bayu Wijayanto dari House Of Raminten, konsep awalnya adalah
warung jamu. Mulanya, sang pemilik ingin membudidayakan jamu di kalangan
anak muda.
"Jadi jamu dikemas dalam bentuk kafe, biar meminumnya menyenangkan," ujarnya.
Ternyata, jamu buatan Hamzah memiliki banyak pelanggan. Akhirnya ia pun
membuat kafe bernuansa tradisional yaitu tetap mengangkat konsep
angkringan khas Yogyakarta. Menu utama yang ditawarkan tak berbeda
dengan angkringan di kaki lima, yaitu nasi kucing.
Selain nasi kucing, ada juga nasi liwet dan nasi ijo serta banyak menu
lain dengan nama-nama yang unik dan cenderung nyeleneh. Sebut saja Susu
Suklat Lembut atau yang biasa kita sebut susu cokelat.
Ada pula Perawan Tancep yaitu susu yang dicampur dengan rempah-rempah.
Ada juga minuman khas yang hanya ada di Yogyakarta atau daerah
sekitarnya, seperti Ponconity atau bisa disebut rootbeer-nya Yogyakarta.
Serta Es Carica atau biasa disebut dengan pepaya Dieng.
Begitu pun dengan wadah yang digunakan. Bayu mengakui, wadah untuk
makanan berukuran besar-besar. Tak berbeda dengan barang-barang yang
terpajang di sekeliling rumah. Banyak barang-barang seni nan antik
berasal dari perburuan pemilik ke pasar-pasar tradisional.
Meski telah populer, tetapi Raminten tak mematok harga yang tinggi,
bahkan cenderung sangat murah. Untuk seporsi nasi kucing hanya Rp 1.000
dan makanan yang paling mahal diberi harga hanya Rp 25.000.
Sebagai rumah makan, House of Raminten buka 24 jam. Tetapi jangan sangka
Anda akan dengan mudah bisa mendapatkan lahan untuk makan. Justru
banyak pengunjung yang antre untuk bisa makandi sini, terutama pada malam hari.
"Apalagi kalau Sabtu Minggu antrenya sampai panjang. Pernah pas weekend,
liburan, tinggal minuman saja. Tapi tamu di sini tetap saja mau
menunggu, padahal kita sudah bilangin maaf (makanannya) sudah habis,"
ceritanya.
Melestarikan budaya Yogyakarta
Sebagai seorang seniman, Hamzah bertekad melestarikan budaya Jawa
bermula dari lebih mengenalkan jamu dan mengangkat angkringan. Kentalnya
budaya Jawa juga tercermin dari pelayannya yang menggunakan pakaian ala
abdi dalem keraton. Pelayan perempuan mengenakan kemben khas Jawa.
Bayu mengungkapkan, sang pemilik tak ingin membuka rumah makan serupa di
kota lain. Kalaupun akan membuka rumah makan baru, lokasinya akan tetap
berada di Yogyakarta. Sebab, visi utama dari adanya rumah makan ini
adalah untuk menarik wisatawan datang ke Yogyakarta. Dalam arti lain, ia
ingin meningkatkan pariwisata Yogyakarta.
"Sebenarnya banyak banget yang ingin buka (di tempat lain), tapi kita
nggak akan buka di lain tempat. Tujuannya kan untuk pariwisata
Yogyakarta. Kalau misalnya buka di Jakarta atau Bandung sama aja
bohong," tutur Bayu.
Post a Comment