Ade22News ___TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANYA___
Home » » Benarkah Penyakit Kusta Sebuah Kutukan?

Benarkah Penyakit Kusta Sebuah Kutukan?

Ditulis Oleh adeNEWS Pada Hari Monday 29 September 2014 | 22:26

Benarkah Penyakit Kusta Sebuah Kutukan?

SURABAYA - Penyakit Kusta atau dalam bahasa medis Morbous Hansen sangat ditakuti di masyarakat. Mitos yang berkembang bahwa penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium Leprae itu dianggap sebagai penyakit kutukan.

Tak pelak, penderita penyakit ini selalu dijauhi dan dikucilkan dari pergaulan. Sehingga penderita mengalami beban psikologi dan fisik, karena mitos yang berkembang di masyarakat.

Padahal jika tidak ditangani dengan baik, penderita penyakit ini akan mengalami kelainan di persendian hingga organ tubuhnya akan copot atau dalam bahasa Jawa 'Mreteli'. 

Muhammad Eka Mustofa, warga Dusun Singkal Anyar, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk salah satu penderita penyakit tersebut. Eka, begitu sapaan, tengah menjalani penyembuhan di Rumah Sakit Kusta di Kediri, Jawa Timur. 

Saat ditemui di rumah sakit, Eka sedang menghangatkan kakinya menggunakan bolam lampu 20 Watt. Sesekali pria berusia 21 tahun ini memijati kakinya sendiri. Eka tak menyangka, jika dirinya harus menderita penyakit kusta sejak 2011.

Bagaikan tersambar petir saat tim kesehatan memutuskan Eka divonis menderita kusta. Sudah ada di dalam benaknya, penyakit ini akan membuat dirinya harus menerima ejekan dari teman-teman sekolah.

Belum lagi dikucilkan dari lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Harapan itu kembali normal pun pupus. Perasaan sedih dan kalut menyelimuti dirinya, namun saat diperkenalkan dengan Rumah Sakit Kusta asa untuk sembuh kembali menyinari hidup Eka. 

Di tempat ini, Eka dapat bergaul dengan beberapa rekannya dan berbagi pengalaman. Ini yang membuat Eka dan penderita kusta lainnya merasa tidak dikucilkan dan hidup layaknya orang normal.

Di tempat ini tercatat ada 335 pasien penderita kusta yang dirawat. Selain mendapat perawatan, para penderita kusta juga diberikan keterampilan untuk membuat hasta karya. Nantinya, buah karya penderita kusta itu akan dijual dan diperuntukkan untuk kemaslahatan penderita kusta. 

Salah satu karyanya adalah pembuatan kaki palsu. Buah karya ini juga bisa dipergunakan untuk kalangan penderita kusta sendiri sehingga mereka bisa beraktivitas dan memunculkan rasa percaya diri.

Meski demikian, pihak rumah sakit mengaku kerap mengalami kesulitan untuk menjual produk-produk dari penderita Kusta, seiring mitos yang berkembang di masyarakat bahwa penyakit Kusta ini berbahaya dan menular.

Dr Slamet Riyanto, salah seorang dokter yang merawat penderita kusta, menepis anggapan atau mitos penyakit tersebut sebagai kutukan. Bersentuhan dengan penderita penyakit kusta pun tidak akan menularkan penyakit.

Sebagai buktinya, dirinya selalu memeriksa penderita kusta ini tanpa menggunakan sarung tangan atau masker. Apalagi, sudah lima tahun Slamet bekerja di RS Kusta ini. "Penyakit ini memang menular tapi kecil kemungkinannya. Memang penyebabnya adalah bakteri," kata Dokter Slamet sembari memeriksa sendi-sendi salah satu pasien yang sedang menjalani perawatan.

Senada dikatakan Direktur RS Kusta Kediri, Dr Nur Siti Maimunah. Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga itu mengaku, sudah puluhan tahun berada di RS Kusta Kediri dan tidak mengalami apapun. Wanita berjilbab itu mengaku prihatin dengan stigma masyarakat terhadap mitos penyakit kutukan. 

Padahal, lanjut Nur, penyakit ini dapat disembuhkan dengan deteksi dini kusta. "Bakteri penyebab Kusta ini satu Family dengan penyebab TBC, sehingga dapat disembuhkan. Inilah yang harus diberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak menganggap bahwa Kusta adalah penyakit kutukan," kata Dokter Nur dalam penjelasannya. 

Bakteri Mikobakterium Leprae itu kemudian menyerang saraf tepi sehingga menyebabkan mati rasa. Jika sudah parah akan menimbulkan kecacatan bagi penderitanya. Solusi pencegahannya adalah memotong mata rantai penularan penyakit ini. 

"Kami juga berusaha memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait penyakit kusta. Rumah sakit bersifat pasif namun demikian ada tim untuk memberikan edukasi kepada masyarakat," jelasnya. 

Di Jawa Timur sampai hari ini tercatat ada 4.293 penderita kusta dari berbagai tingkat keparahan. Dari jumlah itu, penderita yang sampai cacat seumur hidup tercatat sebanyak 184 penderita.

Sementara penderita usia anak tercatat sebanyak 177 penderita. Dari 4.293 penderita kusta di Jatim, sebanyak 3.054 atau 71 persen penderitanya berada di wilayah Madura, Tapal Kuda, dan Pantura. 

"Belum ada penelitian medis yang tegas menyebutkan mengapa kusta tumbuh subur di daerah itu," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jatim, Harsono terpisah. Prevelensi yang terjadi adalah 1:10.000, artinya ketika ada 1 orang penderita ditemukan maka ada 10 ribu orang yang menjadi target pemeriksaan. 

Prevelensi ini diterapkan oleh Tim dari Dinkes Jatim, yakni dengan cara memeriksa radius 200 meter rumah dari tempat yang ditemukan oleh penderita. Teknis pencegahan lain adalah sasaran anak-anak. 

Jangan sampai, mereka yang masih usia produktif ini cacat karena terpapar penyakit kusta akibat dari terlambat penanganannya. "Kusta bisa diobati dan bisa sembuh. Bukan penyakit kutukan seperti mitos yang berkembang di masyarakat," tandas Harsono.

sumber
Copy Berita ini KE :

Post a Comment