Sebanyak
Rp 2,11 triliun dari total Rp 7,4 triliun dana Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) selama ini dihabiskan untuk pembiayaan pengobatan
penyakit akibat rokok. Hal ini dinilai sebagai "pemborosan" oleh
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi. Pasalnya, dana sebanyak itu seharusnya
dapat menjadi sumber pendanaan pengobatan penyakit lain, bukan penyakit
yang sebenarnya mampu dicegah, yaitu penyakit akibat merokok.
"Rokok mengakibatkan penyakit, orang bisa memilih untuk tidak merokok,"
ujar Nafsiah dalam Sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) No 109 Tahun
2012 atau yang lebih dikenal sebagai PP Tembakau, Rabu (23/1/2013) di
Gedung Kemenkes.
Jamkesmas merupakan program jaminan kesehatan untuk warga Indonesia yang
memberi perlindungan sosial di bidang kesehatan, terutama bagi
masyarakat miskin dan tidak mampu. Sedangkan memberikan dana Jamkesmas
kepada orang yang sakit akibat merokok dapat mengurangi "jatah" bagi
masyarakat tidak mampu lain untuk memperolehnya.
Meski pemerintah menjamin pelayan kesehatan yang non-diskriminatif, yang
artinya perokok pun mendapat hak yang sama, tetapi Nafsiah menegaskan,
mereka (perokok) pun harus menjalani kewajiban yaitu berperilaku hidup
sehat untuk menunjang kesehatannya. "Sedangkan dengan merokok, orang
sudah tidak menjaga kesehatannya sendiri," imbuhnya.
Mantan Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Kartono
Muhammad menegaskan bahwa perokok tidak berhak menerima fasilitas
Jamkesmas. "Sebenarnya, yang dijamin pemerintah adalah pelayanan
kesehatannya, bukan biaya pengobatan. Sehingga, seharusnya perokok tidak
berhak menerima Jamkesmas," ujarnya.
Saat ini, Kemenkes sedang mengerahkan petugas kesehatan untuk mendata
jumlah pasien yang sakit akibat rokok dan biaya yang dikeluarkan
pemerintah selama tahun 2013.
"Pada akhir tahun baru nanti akan kita tahu, berapa data pastinya
sehingga dapat dibuat kebijakan-kebijakan tertentu tentang pembiayaan
pengobatan pasien akibat rokok," ujar Nafsiah.
SUMBER
Post a Comment