Dua staf Kementerian Sosial (Kemensos) itu akhirnya menemukan yang mereka cari. Di sebuah kampung padat penduduk di kelurahan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan itu, mereka menemukan seorang bapak berusia 48 tahun. Mereka mencari pria itu untuk memberi bantuan, gara-gara foto bapak itu nongol di headline sebuah media cetak di Jakarta.
Sekitar pukul 14.00 WIB, Kamis (16/5/2013) dua staf yang mengenakan seragam warna hitam bertuliskan 'Kemensos RI' itu tiba di rumah pria yang bernama Sapto Sunardo itu. Dari wajahnya, dua staf - seorang perempuan dan seorang lelaki - itu terlihat lelah. "Saya mencari bapak ini muter-muter sejak pukul 09.00 WIB," kata salah seorang dari mereka kepada detikcom di kediaman Sapto.
Mereka mendapat perintah khusus untuk mencari bapak tersebut untuk memberi bantuan. Maklum, di media cetak tersebut, disebutkan pria yang mengayuh sepeda dengan anak balitanya di stang sepeda itu tidak punya uang dan kesulitan membawa anaknya yang sedang sakit ke dokter. Di foto tersebut, sang balita tampak terlentang tak berdaya di stang sepeda dan ditutupi plastik warna hitam. Saat itu, gerimis sedang turun. Bahkan diceritakan juga ada pengendara sepeda motor yang kemudian memberi bantuan kepada bapak tersebut.
Cerita miris itulah yang sontak membuat pejabat Kemensos terenyuh. Tak perlu lama, pejabat Kemensos meminta stafnya untuk mencari bapak tersebut. Dengan berboncengan sepeda motor, kedua staf Kemensos menelusuri dari satu kelurahan ke kelurahan lain di kawasan Jagakarsa, sampai akhirnya mendapat informasi bahwa bapak itu beralamatkan di Ciganjur.
Mereka mengaku sempat kesulitan mencari bapak itu, karena informasi dari media cetak tersebut pria itu bernama Sukarna. Tapi setelah mereka menemukan alamat rumah bapak itu dan berbincang dengan keluarganya, ternyata pria itu bernama Sapto Sunardo. Tapi keduanya bersyukur, setelah berkeliling lima jam, akhirnya mereka menemukan rumah Sapto. Rumah Sapto berada di gang selebar 2 meter, sekitar 200 meter dari jalan raya.
Setelah melepas lelah barang sesaat, dua staf Kemensos itu melihat-lihat rumah Sapto. Mereka ingin memastikan apakah benar Sapto miskin dan sangat memerlukan bantuan. Dua petugas Kemensos itu pun tampak memotret rumah Sapto. Keduanya agak terkejut. Karena sebenarnya rumah Sapto yang berukuran 8 x 9 meter itu masih cukup layak, meski sangat sederhana. Rumah Sapto juga milik pribadi dengan bangunan permanen berlantai tegel.
Sekitar pukul 15.00 WIB, Sapto dengan sepeda ontelnya tiba di rumahnya. Sapto yang sebagian rambutnya sudah beruban itu sebenarnya pulang ke rumah untuk menunaikan salat asar. Setelah menyandarkan sepeda dan menurunkan anak balitanya dari keranjang di bagian stangnya, Sapto yang mengenakan baju warna bitu dan berpeluh itu pun menemui dan berbincang-bincang dengan dua staf Kemensos itu.
Staf Kemensos itu menanyakan kondisi anak dan rumah Sapto. Dari bincang-bincang itu diketahui bahwa anak Sapto itu bernama Darmawan Santoso, umurnya baru 2,5 tahun. "Kalau sakit ke Puskesmas saja, Pak. Sekarang bisa gratis," ujar salah seorang dari mereka. Namun, Sapto mengaku tak perlu ke Puskesmas, karena si anak sudah sehat, "Sudah sehat kok, kemarin sudah ke dokter Datok," jawab Sapto.
Setelah melihat kondisi Sapto dan keluarganya aman, kedua petugas itu pun meninggalkan rumah Sapto. "Sudah lapor atasan. Pak Sapto kondisinya memang sederhana, tapi aman," lanjutnya. Keduanya pun batal memberikan bantuan, karena menganggap Sapto belum sangat memerlukan bantuan dan bisa menghidupi keluarganya.
Saat ditemui detikcom, Sapto terlihat agak terkejut didatangi dua staf Kemensos itu. Apalagi foto dia dan anaknya nongol di halaman pertama media cetak itu. "Ah, jadi malu saya," kata Sapto yang ramah ini.
Sapto bercerita dirinya merupakan pedagang keliling. Dia menyetor minuman kesehatan berfermentasi di sejumlah toko di kawasan Jakarta Selatan. Dengan mengayuh sepedanya dan mengajak Darmawan, Sapto berkeliling ke Kemang, Ciledug, TB Simatupang, Antasari, dan Ciganjur.
Selain menjual minuman, Sapto juga menjual burung dara dan ikan cupang. Hewan-hewan itu ditaruhnya di bagian belakang sepedanya. "Hujan ya tetap jalan. Kalau nggak, nanti nggak dapat uang untuk besok," lanjutnya. Dia memang mengirimkan barang-barang dagangannya itu sambil membawa serta Darmawan. "Karena anak nggak ada yang jaga di rumah," kata bapak lima anak ini.
Dia juga mengaku pernah diberi uang oleh seorang pengendara motor seperti yang tertulis di media cetak itu. Uang itu memang diterimanya. "Tapi saya tidak pernah menyebut nama saya Sukarna dan saya tidak pernah menyebut anak saya sakit. Mungkin mas itu hanya kasihan melihat saya," kata Sapto.
Post a Comment